Kampung Goblok, nama yang mungkin terdengar lucu namun sarat dengan cerita dan pengalaman berharga. Saat aku pertama kali tiba di desa ini, suasananya terasa asing dan menakutkan. Dengan jalan-jalan berbatu dan rumah-rumah sederhana yang tampak mahal di antara pepohonan tinggi, aku merasakan ketegangan dan rasa ingin tahuku menciptakan sebuah campuran emosi. Penduduk desa, dengan cara hidup yang jauh berbeda dari kehidupanku di kota besar, menatapku dengan pandangan penuh curiga. Dalam hati, aku mulai meragukan keputusanku untuk tinggal di sini.
Hari-hari awal di Kampung Goblok dipenuhi dengan kesulitan. Kehidupan sehari-hari masyarakat desa didominasi oleh kegiatan yang terlihat sederhana—bekerja di sawah, berburu ikan di sungai, dan berkumpul di malam hari untuk bercerita. Namun, bagi seseorang yang terbiasa dengan kenyamanan modern, beradaptasi dengan budaya lokal adalah tantangan tersendiri. Aku merasa terasing, terjebak antara rasa ingin belajar dan ketidaknyamanan mendalam dengan cara hidup yang serba terbatas.
Salah satu masalah utama yang kusiapkan adalah infrastruktur yang sangat minim. Jalan menuju kampung ini tidak pernah disapu, dan kala hujan, akses menjadi semakin sulit. Beberapa kali aku harus menerobos jalur berlumpur untuk pergi ke warung mini yang menjadi satu-satunya pusat penjualan kebutuhan pokok. Senyummu kepada pedagang di warung itu merupakan satu-satunya penyemangat dalam menghadapi ketidaknyamanan hidup di desa.
Meskipun awalnya merasa terasing, aku mendapatkan kesempatan untuk berinteraksi dengan penduduk setempat. Di salah satu malam, saat duduk di sekitar api unggun, seorang nenek mula bercerita tentang asal-usul Kampung Goblok dan tradisi yang telah lama dipegang. Kebijaksanaan dan kearifan lokal yang dia bagi membuatku memahami bahwa meski hidup di desa ini jauh dari kata sempurna, ada keindahan dalam kesederhanaan dan kekuatan dalam tradisi yang dipegang erat oleh masyarakatnya.
Seiring waktu, perasaan terasing itu perlahan mulai menghilang. Aku belajar untuk menghargai keindahan di sekitar—tepatnya saat matahari terbenam menghiasi langit dengan warna-warni yang menakjubkan di atas ladang padi. Pengalaman buruk yang awalnya kusesali kini menjadi pelajaran berharga tentang ketangguhan hidup dan keterhubungan dengan alam dan sesama manusia. Masyarakat desa yang awalnya tampak eksotis dan menakutkan, sekarang seperti sahabat yang siap menuntunku menghadapi setiap tantangan.
Akhirnya, saat hari-hari berlalu, sepenggal amanat terang muncul dalam benakku. Pengalaman buruk tinggal di Kampung Goblok menajamkan rasa syukur dalam diriku. Kebersamaan dalam kesederhanaan, kerja keras masyarakat, dan ketahanan hati untuk beradaptasi telah memberikan pelajaran yang tak ternilai. Ini bukan sekadar pengalaman buruk—ini adalah perjalanan menuju ilmu kehidupan yang mungkin tak akan pernah bisa kusediakan dari buku apa pun. Kampung Goblok, dengan segala tantangannya, telah mengajarkan arti sesungguhnya dari ketulusan dan ketahanan.